Langit sudah mulai berubah menjadi kekuningan, mentari mulai menyiapkan diri untuk kembali ke peraduannya, begitu juga dengan laut, airnya sedikit demi sedikit menyapa pasir yang seharian telah diterpa sang mentari. Beberapa nelayanpun terlihat sudah bersiap-siap untuk melaut. Saya sangat menikmati lukisan Sang Maha Besar sore itu karena memang saya suka dengan laut dan langit, rasanya damai memandang luasnya laut dan langit yang menyatu di satu titik dan membentuk garis lurus, indah. Enggan rasanya saya beranjak dari batang pohon pisang yang sedari tadi menjadi tempat duduk saya. Lamunan saya tiba-tiba buyar ketika ibu saya duduk menemani saya menikmati pergantian waktu.
"Nduk..." panggilan sayang ibu saya itu selalu membuat hati saya damai. "ya ma..." begitu saya menjawab panggilan ibu saya dengan senyuman yang mengambang antara ada dan tiada. "nduk, makan dulu yuk mama suapin" hem ini yang paling saya suka dan tidak pernah membuat saya malu walaupun saya sudah bukan anak kecil lagi saya paling suka disuapi ibu saya tanpa memakai sendok sekalipun di depan orang banyak. Rasanya nikmat banget apalagi sambil memandang laut ga' peduli orang yang lalu lalang menilai saya apa hehehe whateverlah :). Sambil menyuapi saya, ibu saya mengatakan pada saya "mama senang sekarang kamu sudah ada yang nemenin, sudah ada tempat berbagi, sudah ada yang njagain kamu..tapi mama sedih" seketika saya menghentikan aktivitasku mengunyah ada apa dengan ibu saya "kenapa ma?" tanya saya. beliau menjelaskan lagi "mama sedih karena sekarang tiap kamu pulang bukan mama yang jemput tapi kamu selalu diantar pulang ke rumah itu berarti waktu kita saling bercerita berkurang, sekarang yang menemani kamu kemana-mana bukan lagi mama tapi dengan masmu, mama cemburu"
Selama ini saya memang dekat dengan ibu saya, hampir tidak ada cerita dalam hidup saya yang tidak saya bagi dengan beliau. Beliau tidak hanya sebagai ibu bagi saya tapi juga guru dan sahabat saya selama ini. Saya tidak mengira bahwa ibu saya akan kehilangan saya karena saya dekat dengan seseorang yang nantinya akan menjadi imam dalam sisa hidup saya Insya Allah :). Saya mengira selama ini ibu saya merasa tenang karena sudah ada yang menjaga saya sehingga beliau tidak perlu mengkhawatirkan saya di perantauan. Saya kira ibu saya bahagia karena anaknya sudah mendapatkan seorang laki-laki yang bertanggung jawab, yang mampu menjadi imam dalam keluarganya kelak Insya Allah, ternyata saya salah.
Mama...maaf kalau sudah membuat mama sedih, maaf telah membuat mama merasa kehilangan aku karena waktuku sekarang sudah kubagi dengan yang lain. Tapi, sungguh tidak ada niat sedikitpun untuk menjadikan mama yang kedua saat ini. Laki-laki itu juga pilihan mama karena aku tidak akan pernah menjadikan dia imamku kelak jika mama tidak merestuinya. Mama pasti masih ingat hari dimana aku mengenalkan laki-laki itu pada mama agar mama bisa menilai bagaimana dia dan mama mengatakan kalau mama yakin dia mampu menjadi yang terbaik untukku "nduk...apalagi yang kamu cari? mama lihat dia bisa menjagamu dengan baik, dia bertanggung jawab dan dia bisa menerima apa adanya keluarga kita". Kalimat mama itulah yang menguatkan istikarahku bahwa dialah yang kupilih sebagai partner untuk menyempurnakan separoh dari dien-ku, dialah yang nantinya akan mengingatkan aku pada Rabbku saat aku lalai kelak, dia juga yang akan membimbingku meraih surgaku.
Suatu hari nanti aku akan menikah dan pada saat itulah mama akan menjadi yang kedua setelah dia - suamiku. Perkataan suamiku akan menjadi sabda Rabbku ma, perintahnya adalah ibadahku pada Tuhanku tapi aku yakin suamiku kelak tidak akan membatasi ruang buat mama denganku karena dia bukan sekedar suami dari anak mama tapi dia adalah anak mama sama sepertiku, yang menganggap mama bukan sekedar ibu mertua tapi sebagai orang tua baginya. Aku dan dia akan membahagiakan mama melebihi aku bisa membahagiakan mama selama ini.
Langit sudah berubah warna menjadi jingga kemerahan mentari perlahan meninggalkan bumi yang telah seharian bermain dengannya dan deburan ombak semakin tinggi begitu juga dengan air laut sudah mulai pasang pertanda saatnya kami meninggalkan pantai sore itu. Tapi rasanya saya masih enggan beranjak dari tempat saya duduk. "nduk... yuk pulang" suara ibu saya membuyarkan lamunan saya dan menyadarkan saya bahwa beberapa saat saya membiarkan beliau diam sendiri di samping saya, hanya menemani saya melamun setelah memuntaskan suapan terakhir saya.
Untuk ibu saya..
Terima kasih atas kasih sayang yang tidak akan pernah pudar
Terima kasih atas doa yang tidak pernah putus
Terima kasih atas restu yang menguatkan langkah ini
Terima kasih atas semuanya....
Aku sayang mama :)
Selama ini saya memang dekat dengan ibu saya, hampir tidak ada cerita dalam hidup saya yang tidak saya bagi dengan beliau. Beliau tidak hanya sebagai ibu bagi saya tapi juga guru dan sahabat saya selama ini. Saya tidak mengira bahwa ibu saya akan kehilangan saya karena saya dekat dengan seseorang yang nantinya akan menjadi imam dalam sisa hidup saya Insya Allah :). Saya mengira selama ini ibu saya merasa tenang karena sudah ada yang menjaga saya sehingga beliau tidak perlu mengkhawatirkan saya di perantauan. Saya kira ibu saya bahagia karena anaknya sudah mendapatkan seorang laki-laki yang bertanggung jawab, yang mampu menjadi imam dalam keluarganya kelak Insya Allah, ternyata saya salah.
Mama...maaf kalau sudah membuat mama sedih, maaf telah membuat mama merasa kehilangan aku karena waktuku sekarang sudah kubagi dengan yang lain. Tapi, sungguh tidak ada niat sedikitpun untuk menjadikan mama yang kedua saat ini. Laki-laki itu juga pilihan mama karena aku tidak akan pernah menjadikan dia imamku kelak jika mama tidak merestuinya. Mama pasti masih ingat hari dimana aku mengenalkan laki-laki itu pada mama agar mama bisa menilai bagaimana dia dan mama mengatakan kalau mama yakin dia mampu menjadi yang terbaik untukku "nduk...apalagi yang kamu cari? mama lihat dia bisa menjagamu dengan baik, dia bertanggung jawab dan dia bisa menerima apa adanya keluarga kita". Kalimat mama itulah yang menguatkan istikarahku bahwa dialah yang kupilih sebagai partner untuk menyempurnakan separoh dari dien-ku, dialah yang nantinya akan mengingatkan aku pada Rabbku saat aku lalai kelak, dia juga yang akan membimbingku meraih surgaku.
Suatu hari nanti aku akan menikah dan pada saat itulah mama akan menjadi yang kedua setelah dia - suamiku. Perkataan suamiku akan menjadi sabda Rabbku ma, perintahnya adalah ibadahku pada Tuhanku tapi aku yakin suamiku kelak tidak akan membatasi ruang buat mama denganku karena dia bukan sekedar suami dari anak mama tapi dia adalah anak mama sama sepertiku, yang menganggap mama bukan sekedar ibu mertua tapi sebagai orang tua baginya. Aku dan dia akan membahagiakan mama melebihi aku bisa membahagiakan mama selama ini.
Langit sudah berubah warna menjadi jingga kemerahan mentari perlahan meninggalkan bumi yang telah seharian bermain dengannya dan deburan ombak semakin tinggi begitu juga dengan air laut sudah mulai pasang pertanda saatnya kami meninggalkan pantai sore itu. Tapi rasanya saya masih enggan beranjak dari tempat saya duduk. "nduk... yuk pulang" suara ibu saya membuyarkan lamunan saya dan menyadarkan saya bahwa beberapa saat saya membiarkan beliau diam sendiri di samping saya, hanya menemani saya melamun setelah memuntaskan suapan terakhir saya.
Untuk ibu saya..
Terima kasih atas kasih sayang yang tidak akan pernah pudar
Terima kasih atas doa yang tidak pernah putus
Terima kasih atas restu yang menguatkan langkah ini
Terima kasih atas semuanya....
Aku sayang mama :)
fotonya romantis. hohohoho
BalasHapusiyah kah?
BalasHapushehehe
mba alia, suka banget deh sama tulisan2 mba, hmm bagus bgt :) aku mau follow yaa tp jan lupa folback blog aku juga, hehehehe
BalasHapusmakasih dah mampir ya Silvi :)
BalasHapusInsya Allah ntar difollow balik