Kamis, 11 April 2013

Elegi Nasi Bungkus dan Karet Gelang


Jingga sudah mulai terlihat di ujung langit, senja berlahan menyapa setiap insan sesaat sebelum sang malam menyelimuti bumi dari hembusan angin yang dingin. Terdengar langkah-langkah kaki yang semakin gegap berjalan berharap cepat sampai rumah mereka dan duduk selonjor sekedar melepaskan lelah setelah seharian bergelut dengan tumpukan-tumpukan tugas kantor yang seakan tak ada habisnya. Tidak semua orang memang dapat menikmati senja di luar sana, pulang kantor tepat waktu dan bisa rehat memanjakan diri di rumah. 

Seperti dia yang sedari tadi masih "asyik" menatap layar monitor tanpa berkedip di satu pojok ruangan yang memang tidak begitu luas. Sudah dipastikan bagaimana bentuknya sore itu. Kusut, rambut sudah tidak klemis lagi dan baju kerja yang sudah tidak serapi paginya. Penampilan yang membuat laki-laki muda itu memudar ketampanannya. Entah apa yang dia pikirkan, tentang pekerjaan atau hal yang lain yang jelas untuk beberapa saat tidak ada yang berubah di layar monitor itu hanya ada desain gambar yang tak semua orang mengerti termasuk aku.

Adzan maghrib sudah bersaut-sautan dari masjid di sekitar kantor, itu bertanda bahwa sebentar lagi aku akan meninggalkan ruangan kerjaku menuju tempat yang lebih indah dan nyaman -rumahku-. Bukan karena pekerjaan yang menumpuk yang membuat aku tertahan di kantor tapi karena aku ingin sholat maghrib sekalian disana takutnya ga' sempat kalau keburu pulang tenggo. Maklum jalanan kota yang katanya orang kota terbesar kedua di Negeri kita ini sering macet kalau jam-jam pulang kerja.

Sebelum pulang kusempatkan menebar pandangan ke penjuru ruangan, sepi... tinggal satu manusia yang masih enggan beranjak dari tempat duduknya. Kuucapkan salam padanya ketika keluar ruangan sekelibat terlibat dia sedang membuka facebook, mungkin dia sudah terlalu jenuh dengan pekerjaannya yang dikejar deadline (mungkin lagi).

Iseng juga dalam bus kota yang melaju tidak begitu kencang kubuka facebookku, diantara update status yang tampil ada satu status dari laki-laki yang mungkin masih duduk di pojok ruangan kantorku tadi. "awakmu iku ibarat karet gelang nak sego bungkus lek gak onok koen uripku ambyar" status yang membuat aku senyum-senyum sendiri membacanya. Yang pertama kali terlintas di benak adalah "laki-laki ini sedang galau". Baca komentar-komentar dengan membayangkan nasi bungkus, apa iyah kalau tuh karet dilepas nasinya akan berantakan? Ehm...sepertinya tidak juga ya...


Malam sudah mulai larut, angin semakin dingin terasa dan sepertinya hujan juga akan membasahi bumi, dan aku masih menikmati kesendirianku di teras belakang sambil mencorat-coret blog yang sudah lama kubiarkan usang. Sampai selarut itu status yang kubaca di bus tadi tidak jua lekang dari ingatan -elegi nasi bungkus dan karet gelang-. Geli sendiri memberikan judul "elegi nasi bungkus dan karet gelang". Seandainya aku yang si gelang karet dan pujaan hatiku menjadi nasi bungkusnya maka aku akan bicara seperti ini pada si nasi bungkus "Seandainya aku tidak lagi melingkarimu untuk menguatkanmu maka jadinya nasi yang punel ya...yang ga' mudah ambyar ketika bungkus itu terbuka" pun sebaliknya. Karena percaya bahwa Allah tidak akan meninggalkan kita seorang diri, bukan begitu....?

Status yang sederhana tapi cukup mengesankan untuk menutup malamku hari itu. Terima kasih kawan ^ ^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar